E kara
E kara | |
![]() | |
Aksara Bali | |
Huruf Latin | E |
---|---|
IAST | E |
Fonem | [e], [ɛ] |
Unicode | U+1B0F , U+ |
Warga aksara | kanthya-talawya |
E kara adalah salah satu aksara swara (huruf vokal) dalam sistem penulisan aksara Bali. Aksara ini melambangkan bunyi /eː/, sama halnya seperti aksara ए (E) dalam aksara Dewanagari, huruf E dalam alfabet Latin, atau huruf epsilon (ε) dalam alfabet Yunani.
Bentuk
Bentuk E kara dalam aksara Bali persis dengan angka 6 dalam aksara Bali, dan mirip dengan huruf E dalam aksara Jawa. Namun, bentuk huruf diftong /aːi/ (yang sering luluh menjadi /eː/) dalam aksara Bali (huruf Airsanya) berbeda dengan huruf E dirgha dalam aksara Jawa, karena bentuknya persis dengan Ja jera, sehingga sulit dibedakan.
Aksara Jawa | Aksara Bali | |||
---|---|---|---|---|
E | Ai | E | Ai (Airsanya) | Jha (Ja jera) |
![]() | ![]() | ![]() | ![]() | ![]() |
Angka 6 | |
---|---|
Aksara Jawa | Aksara Bali |
![]() | ![]() |
Ai kara
Ai kara | |
![]() | |
Aksara Bali | |
Huruf Latin | E; Ai |
---|---|
IAST | Ai |
Fonem | [e], [ai] |
Unicode | U+1B10 , U+ |
Warga aksara | kanthya-talawya |
Tidak ada aksara E kara matedung, sebab sudah ada aksara Ai kara atau Airsanya. Airsanya melambangkan bunyi diftong /aːi/. Bentuknya persis dengan aksara Ja jera, sehingga keduanya tidak bisa dibedakan. Bila Airsanya dialihaksarakan ke dalam huruf Latin, maka ditulis "ai".
Dalam bahasa Bali, pengucapan diftong /aːi/ sering kali luluh menjadi /eː/. Dengan kata lain, diftong /aːi/ berubah menjadi /eː/. Misalnya kata "daitya" diucapkan "detya", kata "waisya" diucapkan "wesya", dll.
Penggunaan
E kara hanya digunakan apabila menulis bahasa non-Bali[1] (contohnya bahasa Sanskerta dan Jawa Kuno) dengan menggunakan aksara Bali, atau untuk menulis kata serapan dari bahasa non-Bali dengan menggunakan aksara Bali. E kara tidak digunakan apabila menulis kata-kata yang memang berasal dari bahasa Bali, atau bukan bahasa Bali yang diserap dari bahasa non-Bali. Sebagai penggantinya, dianjurkan memakai aksara Ha yang dapat dibubuhi oleh tanda taling.
Airsanya selalu ditulis pada suku kata pertama dalam kata dasar, khususnya bagi kata-kata yang mengandung diftong /aːi/ pada suku kata pertamanya. Contohnya: "Airlangga", "Airawata", "Aiswarya", dll.
Referensi
- Tinggen, I Nengah. 1993. Pedoman Perubahan Ejaan Bahasa Bali dengan Huruf Latin dan Huruf Bali. Singaraja: UD. Rikha.
- Simpen, I Wayan. Pasang Aksara Bali. Diterbitkan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Daerah Tingkat I Bali.
Lihat pula
Catatan kaki
- ^ Tinggen, hal. 11.
- l
- b
- s
(Vokal)
(Konsonan
langit-langit belakang)
![]() | ![]() | ![]() | ![]() | ![]() | ![]() |
(Konsonan langit-langit)
(Konsonan tarik-belakang)
(Konsonan gigi)
(Konsonan bibir)
![]() | ![]() | ![]() | ![]() | ![]() |
(Semivokal)
![]() | ![]() | ![]() | ![]() |
Pangangge (tanda diakritik) | |||||
---|---|---|---|---|---|
Pangangge suara (tanda vokalisasi) | |||||
Pangangge tengenan | |||||
Pangangge aksara (tanda semivokalisasi) |
|
Ceciren ring babawosan (tanda baca) | |
---|---|